Tugas Hukum Pidana Khusus

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Ruang Lingkup Tindak Pidana Ekonomi

1.      Pengertian tindak pidana ekonomi

Tindak pidana ekonomi diatur dengan undang-undang nomor 7 tahun 1995 tentang pengusutan, penuntutan, dan peradilan tindak pidana ekonomi, yang mulai berlaku tanggal 13 mei 1955 undang-undang darurat tersebut UU nomor 1 tahun 1961 menjadi UU nomor 7/Drt/1955 ,tindak pidana ekonomi secara umum adalah suatu tindak pidana yang mempunyai motif ekonomi dan lazimnya dilakukan oleh orang-orang yang mempunyai kemampuan intelektual dan mempunyai posisi penting Dalam Masyarakat Atau Pekerjaannya
2.      Sifat tindak pidana ekonomi
Berdasarkan penjelasan resmi undang- undang nomor 7/Drt/1955 sifat- sifat tindak pidana ekonomi yakni :
a.       Praktik Jahat Kalangan perdagangan, penjelasan resmi undang- undang nomor 7/Drt/1955, antara lain memuat “dapat dipahami dengan pengetahuan bahwa kalangan perdagangan berupaya secara maksimal untuk memperoleh keuntungan(laba) sebesar-besarnya, kadang-kadang mereka lupa akan etika bahkan berupaya melanggar peraturan. Tanpa memperdulkan kepentingan umum. Hal yang demikian wajar jika dikategorikan sebagai praktik yang jahat.
b.      Mengancam/Merugikan aspek, kepentingan umum, Pejelasan umum undang- undang nomor 7/Drt/1955 antara lain memuat : “mengancam dan merugikan kepentingan-kepentingan yang sangat gecomplceerd” Dalam kamus, gecompliceer adalah ruwet, kalut, rumit.
c.       Anggapan Bahwa mencari untung sebesarnya-besarnya merupakan kalkulasi perhitungan usaha, bukan suatu kejahatan.
3.      Unsur-Unsur tindak pidana ekonomi.
a.       Unsur-Unsur tindak pidana ekonomi tidak bebeda dengan unsur-unsur tindak pidana pada umumnya yakni.
                                                                    i.            unsur subyektif, yang terdiri dari sengaja atau culpa.
                                                                  ii.            unsur obyektif, yang terdiri dari perbuatan manusia, akibat perbuatan, melawan hukum, dan keadaan-keadaan.
b.      Berdasarkan unsur subyektif, tindak pidana ekonomi dibedakan yakni.
                                                                    i.            Jika dilakukan dengan sengaja, maka tindak pidana ekonomi tersebut dinyatakan sebagai kejahatan.
                                                                  ii.            jika dilakukan dengan tidak sengaja, maka tindak pidana ekonomi tersebut termasuk pelanggaran.
c.       Membantu dan percobaa.
Berdasakan pasal 4 undang- undang nomor 7/Drt/1955, membantu dan percobaan melakkan tindak pidana ekonomi dapat dihukum sedang hal tersebut pada tindak pidana umum tidak dapat dihukum.
d.      Wilayah tindak pidana ekonomi.

Tindak pidana ekonomi yang dilakukan di indonesia atau dilakukan di luar negeri , di belakukan undang- undang nomor 7/Drt/1955. Penjelasan resmi pasal 3 dimuat pada penjelasan resmi pasal 3 dimuat pada penjelasan umum sebagai berikut : “d. Sebagai perluasan pasal 2 kitab undang-undang hukum pidana maka perbuatan ikut serta yang dilakukan diluatr negeri dapat dihukum pidana juga.”
4.      Subyek tindak pidana ekonomi.
a.       Orang/manusia(person).
Berdasarkan pasal 3 undang- undang nomor 7/Drt/1955 yang antara lain berbunyi sebagai berikut : “barangsiapa turut serta melakukan undang- undang nomor 7/Drt/1955. . . . . . . “
b.      Badan hukum (a legal person).
Berdasarkan pasal 15 ayat (1) yang berbunyi antara lain sebagi berikut : “jika . . . . . “

5.      Sanksi (ancaman hukuman) tindak pidana ekonomi
a.       Hukuman Pokok “hukuman pokok sama dengan hukuman pokok yang disebut dalam KUHP (ps. 10 KUHP) akan tetapi maksimum pokok itu adalah lebih berat”. Bunyi hukuman pokok ini terdapat dalam pasal 6 UU no 7/Drt/1955, hukuman pokok ini terus mengalami perubahan sesuai dengan perkembangan zaman perubahan ini antara lain adalah pada (a) berdasarkan pasal 11, pasal 6 ayat i sub a kata-kata lima ratus ribu diubah menjadi satu juta dan pada (b) berdasarkan UU No 21/Prp/1959 yang meuat sanksi antara lain sebagai berikut: denda 30 kali (30 juta), jika menimbulkan kekacuan ekonomi dalam masyrakat, sanksi : hukuman mati atau 20 tahun penjara. Dalam hal ini penjelasan resmi UU No 21/Prp/1959, antara lain memuat: “menurut UU darurat nomor 7 tahun 1955 ada kemungkinan untuk hakim memilih antara hukuman badan atau denda atau menjatuhkan kedua-dua sanksi tersebut, menerut peraturan pemerintah pengganti UU ini hakim harus menjatuhkan kedua-dua sanksi tersebut.
b.      Hukuman Tambahan yang dimuat dalam pasal 7 UU 7/DRT/1955, yaitu : Pencabutan hak-hak tersebut dalam pasal 35 Kitab Undang-undang Hukum Pidana untuk waktu sekurang-kurangnya enam bulan dan selama-lamanya enam tahun lebih lama dari hukuman kawalan atau dalam hal dijatuhkan hukuman denda sekurang-kurangnya enam bulan dan selama-lamanya enam tahun;
Ø  Penutupan seluruhnya atau sebagian perusahaan si-terhukum, di mana tindak-pidana ekonomi dilakukan, untuk waktu selama-lamanya satu tahun.
Ø  Perampasan barang-barang tak tetap yang berwujud dan yang tak berwujud, dengan mana atau mengenai mana tindak-pidana ekonomi itu dilakukan, atau yang seluruhnya atau sebagian diperolehnva dengan tindak-pidana ekonomi itu, begitu pula harga lawan barang-barang itu yang menggantikan barang-barang itu, tak perduli apakah barang-barang atau harga lawan itu kepunyaan si terhukum atau bukan.
Ø  Perampasan barang-barang tak tetap yang berwujud dan yang tak berwujud, yang termasuk perusahaan si terhukum, di mana tindak-pidana ekonomi itu dilakukan, begitu pula harga lawan barang-barang itu yang menggantikan barang-barang itu, tak perduli apakah barang atau harga lawan itu kepunyaan si terhukum atau bukan, akan tetapi hanya sekadar barang-barang itu sejenis dan, mengenai tindak-pidananya, bersangkutan dengan barang-barang yang dapat dirampas menurut ketentuan tersebut sub c di atas.
Ø  Pencabutan seluruh atau sebagian hak-hak tertentu atau penghapusan seluruh atau sebagian keuntungan tertentu, yang telah atau dapat diberikan kepada si terhukum oleh Pemerintah berhubung dengan perusahaannya, untuk waktu selama-lamanya dua tahun.

B.     Tindak Pidana Yang berkaitan dengan Perekonomian Secara Umum dan Bersifat Merugikan Negara
Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya bahwa di dalam tulisan ini penulis akan memaparkan tindak pidana-tindak pidana yang berkaitan dengan perekonomian secara umum dan merugikan negara, hal-hal tersebut adalah sebagai berikut:
1.      Tindak Pidana Korupsi.
Dalam perkembangannya terlahir aturan yang merupakan tindak pidana khusus yaitu UU No. 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Undang-undang ini dalam pasal 1 secara jelas mengemukakan bahwa korupsi merupakan perbuatan melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain, atau suatu Badan, yang secara langsung atau tidak langsung merugikan keuangan negara dan atau perekonomian negara, atau diketahui atau patut disangka olehnya bahwa perbuatan tersebut merugikan.
keuangan negara atau perekonomian negara. Dalam pasal tersebut sangat jelas bahwa yang diatur merupakan bertalian dengan perekonomian negara. Dengan keberlakuan aturan Ini berarti ketentuan dalam pasal 3e dari UU No.7 /1955 “aktif” dengan sendirinya. Pasal 3e sebenarnya merupakan pasal yang begitu fleksibel guna mencegah tubrukan dengan aturan yang akan lahir kemudian dan tentunya sesuai kemudian dan tentunya sesuai dengan zamannya. Aturan-aturan yang lahir kemudian merupakan aturan yang lahir guna mencegah kekosongan hukum olehnya dalam kaitan dengan UU No.7/1955 aturan pasal 3e juga merupakan blanco strafbepalingen. Undang-undang No 3/1971 telah diganti dengan UU No. 31 Tahun 1999. Maksud dari dibentuknya UU. No. 31/1999 adalah; bahwa tindak pidana korupsi sangat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dan menghambat pembangunan nasional, sehingga harus diberantas dalam rangka mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945; Bahwa akibat tindak pidana korupsi yang terjadi selama ini selain merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, juga menghambat pertumbuhan dan kelangsungan pembangunan nasional yang menuntut efisiensi tinggi; Bahwa Undang-undang Nomor 3 Tahun 1971 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan kebutuhan hukum dalam masyarakat, karena itu perlu diganti dengan Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang baru sehingga diharapkan lebih efektif dalam mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi. Dalam perubahannya (UU No.20/2001 tentang Perubahan UU No. 31 Tahun 1999) dikatakan bahwa tindak pidana korupsi merugikan negara atau perekonomian dan menghambat pembangunan nasional. Kemudian istilah kerugian tersebut diperluas dengan melanggar hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat secara luas.

2.      Tindak Pidana Perpajakan.
Tindak pidana selanjutnya yang berkaitan dengan perekonomian negara dan bersifat merugikan negara adalah tindak pidana perpajakan. Hal itu dikarenakan oleh karena perpajakan berkaitan dengan pendapatan dan pengeluaran, yang dampaknya akan memengaruhi perekonomian secara umum, terutama sektor publik,sehingga memengaruhi setiap aspek kehidupan ekonomi. Bidang pajak lebih ditekankan kepada pengeluaran pembiayaan oleh negara, dan pemenuhannya dikaitkan dengan kebijakan fiskal pemerintah. Penerimaan dari perpajakan memiliki dua tujuan. Pertama untuk menyeimbangkan antara pengeluaran dan pendapatan, dan yang kedua adalah untuk membentuk adanya surplus anggaran dan penggunaannya untuk melunasi utang-utang negara yang terjadi sebelumnya atau defisit anggaran karena pinjaman. Dengan demikian peran pajak sangat strategis. sebagai pelanggaran maupun tindak pidana di bidang perpajakan, sudah diatur di dalam Undang-undang perpajakan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan tata cara perpajakan.
sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 16 tahun 2000, Undang-undang Nomor 10 tahun 1995 dan Undang-undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, mengatur tindak pidana perpajakan di bidang perpajakan meliputi perbuatan:(1) yang dilakukan oleh seseorang atau oleh Badan yang diwakili orang tertentu (pengurus); (2) tidak memenuhi rumusan undang-undang; (3) diancam dengan sanksi pidana; (4) melawan hukum; (5) dilakukan di bidang perpajakan; (6) dapat menimbulkan kerugian bagi pendapatan Negara. Aturan pajak mempunyai delik sendiri yang merupakan lex specialis dari aturan yang bersifat umum yakni tindak pidana korupsi.

3.      Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Tindak pidana berikut yang berkaitan dengan perekonomian negara dan bersifat merugikan negara adalah monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Tindak pidana ini diatur dalam UU No. 5 Tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli dan persaingan tidak sehat. Dalam pasal 3 huruf (a) disebutkan bahwa tujuan diadakannya undang-undang tesebut guna menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Olehnya pelanggaran atas Undang-Undang ini dapat menjadikan efisiensi perekonomian nasional menurun dan hal itu berimbas pada tidak dapat terlaksananya program peningkatan kesejahteraan masyarakat oleh negara.

4.      Tindak Pidana Pencucian Uang.
Tindak pidana selanjutnya yang berkaitan dengan perekonomian secara umum dan bersifat merugikan negara adalah tindak pidana pencucian uang. Regulasinya terdapat dalam UU. No. 15 Tahun 2002 yang telah diubah dengan UU No. 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang. Perbuatan pencucian uang pada umumnya diartikan sebagai suatu proses yang dilakukan untuk mengubah uang hasil kejahatan sehingga hasil kejahatan tersebut menjadi nampak seperti hasil dari kegiatan yang sah karena asal-usulnya sudah disamarkan atau disembunyikan. Pada prinsipnya kejahatan pencucian uang adalah suatu perbuatan yang dilakukan untuk menyamarkan atau menyembunyikan hasil kejahatan sehingga tidak tercium oleh para aparat, dan hasil kejahatan tersebut dapat digunakan dengan aman yang seakan-akan bersumber dari jenis kegiatan yang sah. Alasan sehingga perbuatan pencucian uang ini termasuk kedalam tindak pidana yang berkaitan dengan perekonomian secara umum dan bersifat merugikan negara adalah oleh sebab pencucian uang ini mempunyai pengaruh buruk yang amat besar, seperti instabilitas sistem keuangan, dan instabilitas sistem perekonomian negara dan bahkan dunia secara umum karena aktivitas pencucian uang sebagai kejahatan transnasional yang modusnya banyak melintasi batas-batas negara. Hasil penelitian Castle dan Lee menunjukan bahwa kejahatan money laundring dapat menyebabkan hilangnya pendapatan negara dan tidak layaknya pendistribusian beban pajak. Sementara komisi hukum nasional mengemukakan bahwa praktik pencucian uang bisa menciptakan kondisi persaingan usaha yang tidak jujur, perkembangan praktek pencucian uang juga akan berimbas kepada lemahnya system finansial masyarakat pada umumnya. Angka-angka yang menunjukkan indikator ekonomi secara makro menjadi turun tingkat efektifitasannya karenasemakin banyaknya uang yang berjalan di luar kendali sistem perekonomian pada umumnya. Menurut John McDowel dan Gary Novis pencucian uang dapat merongrong integritas pasar-pasar keuangan. Lembaga-lembaga keuangan yang mengandalkan pada dana hasil kejahatan akan dapat menghadapi bahaya likuiditas. Kegiatan pencucian uang juga dapat mengakibatkan hilangnya kendali pemerintah terhadap kebijakan ekonominya. Dalam pasal 2 disebutkan hal-hal yang merupakan hasil tindak pidana dari tindak pidana yang diantaranya adalah korupsi dan perpajakan. Sebagaimana diketahui sebelumnya bahwa korupsi dan tindak pidana di bidang perpajakan adalah kejahatan yang dapat menimbulkan kerugian keuangan dan perekonomian negara.
5.      Pelanggaran HaKI.
Tindak pidana selanjutnya yang berkaitan dengan perekonomian negara adalah pelanggaran HaKI. Definisi HaKI adalah hak eksklusif yang diberikan Pemerintahan kepada penemu, pencipta dan/atau pendesain atas hasil karya cipta dan karsa yang dihasilkannya. Hak eksklusif adalah hak monopoli untuk memperbanyak karya cipta dalam jangka waktu tertentu, baik dilaksanakan sendiri atau dilisensikan. Tergolongnya pelanggaran HaKI ke dalam tindak pidana yang berkaitan dengan perekonomian secara umum dan bersifat merugikan negara (mengingat aspek keperdataan HaKI yang sangat kental) disebabkan oleh karena secara global HaKI dihormati dan dilindungi. Hal tersebuut tercermin dari lahirnya sebuah kesepakatan internasional di Maroko melalui Agreement on Establishing the World Trade Organization (WTO) yang dikenal sebagai Marrakesh Agreement. Adanya kesepakatan yang akhirnya melahirkan organisasi perdagangan dunia (WTO) ini, maka produk dari setiap orang atau negara diatur melalui mekanisme pasar yang mengutamakan kualitas barang dan atau jasa. Produk tersebut biasanya dilindungi hukum sebagai hasil rasa, karsa dan cipta manusia yang tidak bisa begitu saja untuk dilanggar. Dalam pergaulan masyarakat internasional, negara-negara yang memproteksi atau membiarkan pelanggaran hak cipta tanpa adanya penindakan hukum dapat dimasukkan dalam priority watch list, karena tidak memberikan perlindungan HaKI secara memadai bagi negara atau pemilik/pemegang izin ciptaan tersebut. Sanksi yang dijatuhkan dapat berupa pengucilan dalam pergaulan masyarakat internasional atau sanksi ekonomi dari produk negara itu pada transaksi bisnis internasional. Setelah indonesia meratifikiasi kesepakatan internasional ini maka lahirlah perlindungan hukum atas HaKi di Indonesia ditandai dengan diundangkannya UU 19/2002 tentang Hak Cipta, UU No.14/2001 tantang Paten, UU No. 15 /2001 tentang Merk, UU No. 30/2000 tentang Rahasia Dagang, UU No. 31 /2000 tentang Desain Industri, UU No. 32/2000 Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu. Terdapat beberapa kejahatan di bidang HaKI yang hasil kejahatannya masuk dalam kategori pengaturan tindak pidana pencucian uang, seperti yang disebutkan dalam pasal 1 huruf (y) bahwa yang termasuk ka dalam harta kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana selain yang disebutkan dari huruf a sampai x juga termasuk tindak pidana lainnya yang diancam dengan pidana penjara 4 (empat) tahun atau lebih, yang dilakukan di wilayah Negara Republik Indonesia atau di luar wilayah Negara Republik Indonesia dan tindak pidana tersebut juga merupakan tindak pidana menurut hukum Indonesia. Sehubungan dengan itu jika kita melihat hukuman yang diancamkan pada UU HaKI berkisar antara 4 (empat) sampai 7 (tujuh) tahun (UU 19/2002 tentang Hak Cipta mengancamkan 7 tahun, UU No.14/2001 tantang Paten mengancamkan 4 tahun, UU 15 /2001 tentang Merk mengancamkan 5 tahun), olehnya harta kekayaan yang diperoleh dari pelanggaran HaKI termasuk juga ke dalam kategori pengaturan UU Pencucian Uang.
6.      Tindak Pidana Perbankan.
Tindak pidana perbankan adalah tindak pidana yang dilakukan oleh bank yang mana tindak pidana ini diciptakan oleh undang-undang perbankan yang merupakan larangan dan keharusan. Tindak pidana perbankan ini diatur dalam UU No. 10 Tahun 1998 tentang perbankan. Ketentuan pidana dalam UU ini diatur di dalam pasal 46, 47, 47a, dan 48. Alasan sehingga tindak pidana ini digolongkan ke dalam tindak pidana yang berkaitan dengan perekonomian secara umum dan bersifat merugikan negara adalah bahwa melihat imbas dari pelanggaran sebagaimana yang disebutkan dalam ketentuan pidana maka akan berdampak kepada dimensi korban yang luas yakni masyarakat dan negara juga menyerang secara langsung sistem ekonomi yang dianut suatu bangsa, serta akan memengaruhi kepercayaan masyarakat kapada perbankan dan kehidupan bisnis.
BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Secara umum tindak pidana ekonomi telah diatur dalam UU drt No. 7/1955, namun undang-undang tersebut juga memberikan kesempatan kepada generasi selanjutnya untuk untuk menjabarkan norma dan pengertian perekonomian negara yang berkaitan dengan perekonomian secara umum serta bersifat merugikan negara. Dan setelahnya maka lahirlah aturan-aturan yang berkaitan dengan perekonomian negara seperti:
a.       UU No. 3 Tahun 1971 yang telah diganti dengan UU no 31 Tahun 1999 dan dirubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan indak Pidana Korupsi.
b.      Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 16 tahun 2000, Undang-undang Nomor 10 tahun 1995 dan Undang-undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Kepabeanan.
c.       Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan.
d.      UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat.
e.       UU. No. 15 Tahun 2002 yang telah diubah dengan UU No. 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.
f.       UU HaKI (UU 19/2002 tentang Hak Cipta, UU No.14/2001 tantang Paten, UU No. 15 /2001 tentang Merk, UU No. 30/2000 tentang Rahasia Dagang, UU No. 31 /2000 tentang Desain Industri, UU No. 32/2000 Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu).


B.     Saran
Aturan-aturan tersebut dirasakan perlu diadakan sebagai jawaban atas perkembangan zaman dan untuk menjaga stabilitas perekonomian nasional yang senantiasa akan memengaruhi perekonomian umum.
DAFTAR PUSTAKA

Andi Hamzah, S.H., Dr. Hukum pidana ekonomi, Erlangga, jakarta, 1973.
Baharudin Lopa, S.H., Dr, Prof., tindak pidana ekonomi, pradya paramita, jakarta, 1990.
Leden Marpuang, S.H., pemberantasan dan pencegahan tindak pidana ekonomi, sinar grafika, jakarta, 1994.
Anwar, Mochammad 1979. Hukum Pidana di Bidang Ekonomi. Bandung : Alumni
---------1986. Hukum Pidana Bagian Khusus (KUHP Buku I). Bandung : Alumni.
Fuady, Munir 1999. Hukum Perbankan Modern, Berdasarkan Undang-undang Tahun 1998, Buku Kesatu, Bandung : Citra Aditya Bakti.
Arief, Barda Nawawi1992. “Konsep Indonesia tentang Tindak Pidana di Bidang Perekonomian” dalam Muladi dan Barda Nawawi Arief (ed.) Bunga Rampai Hukum Pidana. Bandung: Alumni.
------------2002. “Kebijakan Sistem Pemidanaan Dalam Bidang Perbankan (Evaluasi Sistem Pemidanaan dalam Undang-undang Perbankan dan Undang-undang Bank Indoensia”, Makalah pada Colloquium Penyusunan Naskah Akademik dan RUU Perbankan, Diselenggarakan atas kerjasama FH UNDIP dengan Bank Indoensia, Semarang 27 Juni 2002.
Reksodiputro, Mardjono, 1993. ”Hukum Positif Mengenai Kejahatan Ekonomi dan Perkembangannya di Indonesia ” dalam Kumpulan Makalah tentang Kejahatan Ekonomi di Bidang Perbankan., Jakarta : Bank Indonesia

---------1997. Kemajuan Pembangunan Ekonomi dan Kejahatan, Buku Kesatu, Jakarta: Pusat Pelayanan Keadilan dan Pengabdian Hukum Universitas Indonesia.

Comments

Popular posts from this blog

Hadits Tentang Qazaf

Makalah Fiqh Mawaris Tentang Dzawil Furudh

Fonologi