Prinsip-Prinsip Fundamental Dalam Hukum Humaniter
Teuku Aliyul Imam (141109103)
Heri Maslijar (141109104)
Heri Maslijar (141109104)
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Hukum Humaniter Internasional memiliki sejarah
yang singkat namun penuh peristiwa. Untuk menghindari penderitaan akibat perang
maka baru pada pertengahan abad ke-19 negara-negara melakukan kesepakatan
tentang peraturan-peraturan internasional dalam suatu konvensi yang mereka
setujui sendiri. Sejak saat itu, perubahan sifat pertikaian bersenjata dan daya
merusak persenjataan modern menyadarkan perlunya banyak perbaiakan dan
perluasan hukum humaniter melalui negosiasi–negosiasi panjang yang membutuhkan
kesabaran.
Perkembangan Hukum Humaniter Internasional yang
berhubungan dengan perlindungan bagi korban perang dan hukum perang sangat
dipengaruhi oleh perkembangan hukum perlindungan Hak Asasi Manusia setelah
Perang Dunia Kedua. Penetapan instrumen internasional yang penting dalam bidang
Hak Asasi Manusia seperti Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (1948),
Konvensi Eropa tentang Hak Asasi Manusia (1950) dan Konvenan Internasional
tentang Hak Sipil dan Politik (1966) memberikan sumbangan untuk memperkuat
pandfangan bahwa semua orang berhak menikmati Hak Asasi Manusia, baik dalam
pada masa perang maupun damai.
Hukum perang atau yang sering disebut dengan
hukum Humaniter internasional, atau hukum sengketa bersenjata memiliki sejarah
yang sama tuanya dengan peradaban manusia, atau sama tuanya dengan perang itu
sendiri. Mochtar Kusumaatmadja mengatakan, bahwa adalah suatu kenyataan yang
menyedihkan bahwa selama 3400 tahun sejarah yang tertulis, umat manusia hanya
mengenal 250 tahun perdamaian. Naluri untuk mempertahankan diri kemudian
membawa keinsyarafan bahwa cara berperang yang tidak mengenal batas itu sangat
merugikan umat manusia, sehingga kemudian mulailah orang mengadakan
pembatasan-pembatasan, menetapkan ketentuan-ketentuan yang mengatur perang
antara bangsa bangsa. Selanjutnya Mochtar Kusumaatmadja juga mengatakan bahwa
tidaklah mengherankan apabila perkembangan hukum internasional modern sebagai
suatu sistem hukum yang berdiri sendiri dimulai dengan tulisantulisan mengenai
hukum perang.
Dalam sejarahnya hukum humaniter internasional
dapat ditemukan dalam aturan-aturan keagamaan dan kebudayaan di seluruh dunia.
Perkembangan modern dari hukum humaniter baru dimulai pada abad ke-19. Sejak
itu, negara-negara telah setuju untuk menyusun aturan-aturan praktis, yang
berdasarkan pengalamanpengalaman pahit atas peperangan modern. Hukum humaniter
itu mewakili suatu keseimbangan antara kebutuhan kemanusiaan dan kebutuhan militer
dari negara-negara. Seiring dengan berkembangnya komunitas internasional,
sejumlah negara di Seluruh dunia telah memberikan sumbangan atas perkembangan
hukum humaniter internasional. Dewasa ini, hukum humaniter internasional diakui
sebagai suatu sistem hukum yang benar-benar universal.
Pada umumnya aturan tentang perang itu termuat
dalam aturan tingkah laku, moral dan agama. Hukum untuk perlindungan bagi
kelompok orang tertentu selama sengketa bersenjata dapat ditelusuri kembali
melalui sejarah di hampir semua negara atau peradaban di dunia. Dalam peradaban
bangsa Romawi dikenal konsep perang yang adil (just war). Kelompok orang
tertentu itu meliputi penduduk sipil, anakanak, perempuan, kombatan yang
meletakkan senjata dan tawanan perang.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Hukum Humaniter
Berikut adalah
beberapa pengertian hukum humaniter menurut :
a.
Mochtar
Kusumahadmadja
Bagian dari
hukum yang mengatur ketentuan-ketentuan perlindungan korban perang, berlainan
dengan hukum yang mengatur perang itu sendiri dan segala sesuatu yang
menyangkut cara melaksanakan perang itu sendiri. Batasan Hukum Humaniter
Internasional adalah hukum yang mengatur ketentuan yang memberi perlindungan
terhadap korban perang, yang berbeda dengan hukum perang yang mengatur tentang
perang tersebut.
b.
International
Committee Of The Red Cross (ICRC)
Hukum
Humaniter Internasional sebagai ketentuan hukum internasional yang terdapat
dalam perjanjian internasional maupun kebiasaan, yang dimaksudkan untuk
mengatasi segala masalah kemanusiaan yang timbul pada waktu pertikaian
bersenjata internasional atau non internasional. Ketentuan tersebut membatasi,
atas dasar kemanusiaan, hak pihak-pihak yang terlibat dalam pertikaian untuk
menggunakan senjata dan metode perang, dalam melindungi orang maupun harta
benda yang terkena pertikaian bersenjata.
c.
Geza Herczegh
International humanitarian law hanyalah terbatas pada Hukum Jenewa saja, karena konvensi
inilah yang mempunyai sifat internasional dan humaniter.
d.
Jean
pictet
International humanitarian law in the wide sense is
contitusional legal provition, whether written and customary, ensuring respect
for individual and his well being.
e.
Esbjorn
Rosendbland
Hukum humaniter internasional mengadakan pembedaan antara
: the law of armed conflict, yang berhubungan dengan permulaan dan
berakhirnya pertikaian, pendudukan wilayah lawan, hubungan pihak pertikaian
dengan negara netral. Sedangkan law of warfare ini antara lain
mencakup : metode dan sarana berperang, status kombatan, perlindungan yang sakit,
kombatan dan orang sipil.
f.
Panitia Tetap
Hukum Humaniter, Departemen Hukum dan Perundang-undangan
Hukum humaniter sebagai keseluruhan asas, kaidah dan
ketentuan internasional baik tertulis maupun tidak tertulis yang mencakup hukum
perang dan hak asasi manusia yang bertujuan untuk menjamin penghormatan
terhadap harkat dan martabat seseorang.
g.
Palang Merah
Indonesia (Brosur PMI)
Hukum perikemanusiaan internasional atau juga dikenal
dengan hukum humaniter internasional merupakan bagian dari hukum internasional
publik yang bertujuan untuk mengatasi persoalan-persoalan yang timbul karena
pertikaian bersenjata baik internasional maupun non internasional.
Dari semua definisi tersebut di atas, dapat ditarik suatu
kesimpulan bahwa Hukum Humaniter Internasional yaitu, ketentuan hukum yang
berasal dari perjanjian internasional atau kebiasaan internasional yang
mengatur tata cara dan metode berperang serta perlindungan terhadap korban
perang, yang bertujuan untuk mengatasi persoalan-persoalan yang timbul karena
pertikaian bersenjata baik yang bersifat internasional maupun yang bersifat non
internasional.
2. Prinsip Prinsip Fundamental Hukum Humaniter
Asas hukum
atau prinsip hukum merupakan pikiran dasar yang umum sifatnya yang terjelma
dalam peraturan perundang-undangan.[1]
HHI disusun dengan berdasarkan asas-asas sebagai berikut[2]
:
a.
Asas
kepentingan militer
Berdasarkan asas ini maka pihak yang bersengketa
dibenarkan menggunakan kekerasan untuk menundukkan lawan demi tercapainya
tujuan dan keberhasilan perang.
b.
Asas Perikemanusiaan
Menurut asas ini pihak yang bersengketa diharuskan untuk
memperhatikan perikemanusiaan, di mana mereka dilarang untuk menggunakan
kekerasan yang dapat menimbulkan luka yang berlebihan atau penderitaan yang
tidak perlu.
c.
Asas
kesatriaan
Berdasarkan
asas ini bahwa di dalam perang, kejujuran harus diutamakan. Penggunaan
alat-alat yang tidak terhormat, berbagai tipu muslihat dan cara-cara yang
bersifat khianat dilarang.
Dalam situasi
sengketa bersenjata pihak lawan diperbolehkan untuk menggunakan berbagai
strategi untuk menundukkan lawannya supaya kemenangan berada di pihaknya.
Tetapi harus memperhatikan berbagai asas yang lain yaitu harus memperhatikan
asas perikemanusiaan dan asas kesatriaan, yaitu perang harus dilaksanakan
dengan jujur dan harus memperhatikan aspek kemanusiaan.
Menurut Rina Rusman, Legal Adviser pada ICRC, Jakarta,
dalam HHI ada prinsip-prinsip HHI yang fundamental. Prinsip tersebut yaitu[3]:Hukum Humaniter
Internasional Dalam Studi Hubungan Internasional
a.
Prinsip
Kemanusiaan
Prinsip-Prinsip kemanusiaan ditafsirkan sebagai
pelarangan atas sarana dan metoda berperang yang tidak penting bagi tercapainya
suatu keuntungan militer yang nyata.
Mahkamah
Internasional PBB menafsirkan prinsip kemanusian sebagai ketentuan untuk
memberikan bantuan tanpa diskriminasi kepada orang yang terluka di medan
perang, berupaya dengan kapasitas internasional dan nasional untuk mengurangi
penderitaan manusia dimanapun ditemukan. Prinsip ini bertujuan untuk melindungi
dan menjamin penghormatan terhadap manusia. Prinsip ini bermanfaat untuk
meningkatkan saling pengertian, persahabatan, kerjasama dan perdamaian yang
berkelanjutan diantara semua rakyat sehingga tidak menciptakan diskriminasi
karena kebangsaan, ras, kepercayaan agama, pendapat kelas atau politik. Prinsip
ini dimaksudkan untuk melepaskan penderitaan, memberikan prioritas kepada
kasus-kasus-kasus keadaan susah yang paling mendesak
b.
Necessity ( keterpaksaan)
Walaupun HHI
telah menetapkan bahwa yang dapat dijadikan sasaran serangan dalam pertempuran
hanyalah sasaran militer atau obyek militer, terdapat pula ketentuan HHI yang
memungkinkan suatu obyek sipil menjadi sararan militer apabila memenuhi
persyaratan tertentu. Dengan demikian, prinsip keterpaksaan adalah ketentuan
yang menetapkan bahwa suatu obyek sipil hanya bisa dijadikan sasaran militer
apabila telah memenuhi persyaratan tertentu.
c.
Proporsional (Proportionality)
Menurut prinsip proporsional, setiap serangan dalam
operasi militer harus didahului dengan tindakan yang memastikan bahwa serangan
tersebut tidak akan menyebabkan korban ikutan di pihak sipil yang berupa
kehilangan nyawa, luka-luka, ataupun kerusakan harta benda yang berlebihan
dibandingkan keuntungan militer yang diharapkan langsung dari serangan
tersebut.
d.
Distinction (pembedaan)
Semua pihak yang terlibat dalam sengketa bersenjata harus
membedakan antara peserta tempur (kombatan) dengan orang sipil. Oleh karena
itu, setiap kombatan harus membedakan dirinya dari orang sipil, karena orang
sipil tidak boleh diserang dan tidak boleh ikut serta secara langsung dalam
pertempuran. Tujuan dari prinsip pembedaan ini adalah untuk melindungi orang
sipil.
e.
Prohibition of
causing unnecessary suffering (
prinsip HHI tentang larangan menyebabkan penderitaan yang tidak seharusnya).
Ketentuan HHI tentang larangan menyebabkan penderitaan
yang tidak seharusnya, sering disebut sebagai principle of limitation (prinsip
pembatasan). Prinsip pembatasan ini merupakan aturan dasar yang berkaitan
dengan metode dan alat perang. Prinsip ini berkaitan dengan ketentuan yang
menetapkan bahwa metode perang yang benar adalah metode yang dilaksanakan hanya
untuk melemahkan kekuatan militer lawan.
f.
Pemisahan
antara ius ad bellum dengan ius in bello.
Pemberlakuan HHI sebagai ius in bello (hukum
yang berlaku untuk situasi sengketa bersenjata) tidak dipengaruhi oleh ius
ad bellum (hukum tentang keabsahan tindakan perang). Dengan kata lain,
HHI mengikat para Pihak yang bersengketa tanpa melihat alasan dari keputusan
atau tindakan perang tersebut.
Contoh tentang
pemisahan ius ad bellum dengan ius in bello dapat dilihat dalam Keputusan Prosecutor
of the International Crime tribunal for Yugoslavia (ICTY) tanggal 14
Mei 1999 berdasarkan Pasal 18 Statuta ICTY. Keputusan tersebut adalah tentang
pembentukan suatu komite yang diberi mandat untuk memberikan advis kepada Prosecutor mengenai
apakah ada dasar yang cukup untuk melakukan investigasi atas dugaan adanya
pelanggaran HHI dalam serangan udara yang dilakukan NATO di Yugoslavia.
Terlepas dari isi laporan komite tersebut, keputusan Prosecutor tersebut
menunjukkan pengakuan tentang prinsip pemisahan antara ius ad bellum dengan ius
in bello. Dalam hal ini terlihat bahwa walaupun penggunaan kekerasan oleh
NATO mungkin dibenarkan berdasarkan Bab VIII Piagam PBB, tetapi tidak berarti bahwa
HHI menjadi tidak berlaku.
g.
Ketentuan
minimal HHI.
HHI telah
dilengkapi dengan ketentuan minimal yang harus diberlakukan dalam setiap
situasi konflik bersenjata internasional maupun konflik bersenjata non
internasional. Ketentuan minimal yang dimuat di Pasal 3 ketentuan yang sama
dari Konvensi-Konvensi Jenewa 1949 (Pasal yang bunyinya dalam semua dalam
Konvensi Jenewa I s/d IV).
Masing-masing
prinsip HHI ini bersumberkan tidak pada satu macam sumber HHI saja, melainkan
dari bermacam sumber. Prinsip-prinsip tersebut, sebagai bagian dari suatu
sistem HHI, satu sama lainnya bersifat saling melengkapi, menjelaskan dan
membantu penafsirannya.
DAFTAR PUSTAKA
Sudikno
Mertokusumo, Mengenal
hukum (suatu pengantar), Yogyakarta: Liberty 2003
Permanasari, Arlina, dkk., Pengantar Hukum Humaniter, Penerbit
ICRC: Jakarta 1999
Rina Rusman, Hukum Humaniter Internasional Dalam Studi Hubungan Internasional, Jakarta : Rajawali Pers 2009
Comments
Post a Comment