Hadits Tentang Qazaf

Hadits Ahkam Jinayat 2 (Bab Qadzaf)
Oleh: Heri Maslijar
                                                                      Teuku Aliyul Imam
Hadits
عن عا ئشة رضي الله عنها قالت : لما نزل عذ ري , قام رسول الله صلي لله عليه وسلم علي المنير, فذ كر ذلك وتلا القران , فلما نزل امربرجلين وامر اة فضر بوا الحد. احر حه احمد والاربعة.
Dari aisyah r.a. dia berkata, “ketika turun ayat yang membebaskanku (dari tuduhan penzinaan). Rasulullah saw berdiri diatas mimbar. Kemudian beliau menyebutkan hal itu dan mebaca Al-quran. Setelah turun beliau memerintahkan dua orang laki-laki dan seorang perempuan agar dicambuk sebagai hukuman. (H.R. Ahmad dan empat orang imam. Al-bukhari memberikan isyarat terhadap hadits ini)

وعن انس بن ملك رضي الله عنها قال : اول لعان كان في الا سلام ان شريك بن سمحاء فذفه هلال بن امية بامرانه ,فقال له رسول الله صلي لله عليه وسلم : (البينة والا فحد في طهرك). الحديث اخرجه ابويعلي, ورجاله ثقات.
Dari Anas bin Malik r.a, dia berkata. “awal mula li’an dalam islam ialah Syarik Ibnu Sahma’ dituduh Hilal ibnu Umayyah telah berzina dengan isterinya. Maka Nabi Saw bersabda, ‘tunjukkanbukti (saksi)! Jika tidak, maka punggungmu akan dicambuk.’” (H.R Abu Ya’la Para perawinya dapat dipercaya). [1]


Asbabul Wurud Hadist
Ini mengenai istri Rasulullah s.a.w. 'Aisyah r.a. ummul Mu'minin, sehabis perang dengan Bani Mushtaliq bulan Sya'ban 5 H. Perperangan Ini diikuti oleh kaum munafik, dan turut pula 'Aisyah dengan nabi berdasarkan undian yang diadakan antara istri-istri beliau. dalam perjalanan mereka kembali dari peperangan, mereka berhenti pada suatu tempat. 'Aisyah keluar dari sekedupnya untuk suatu keperluan, Kemudian kembali. tiba-tiba dia merasa kalungnya hilang, lalu dia pergi lagi mencarinya. sementara itu, rombongan berangkat dengan persangkaan bahwa 'Aisyah masih ada dalam sekedup. setelah 'Aisyah mengetahui, sekedupnya sudah berangkat dia duduk di tempatnya dan mengaharapkan sekedup itu akan kembali menjemputnya. Kebetulan, lewat ditempat itu seorang sahabat nabi, Shafwan ibnu Mu'aththal, diketemukannya seseorang sedang tidur sendirian dan dia terkejut seraya mengucapkan: "Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un, isteri Rasul!" 'Aisyah terbangun. lalu dia dipersilahkan oleh Shafwan mengendarai untanya. Syafwan berjalan menuntun unta sampai mereka tiba di Madinah. orang-orang yang melihat mereka membicarakannya menurut pendapat masing-masing. mulailah timbul desas-desus. Kemudian kaum munafik membesar- besarkannya, Maka fitnahan atas 'Aisyah r.a. itupun bertambah luas, sehingga menimbulkan kegoncangan di kalangan kaum muslimin.
              Seorang sahabat Hilal ibnu Umayyah menuduh istrinya Syarik ibnu Sahma’ telah berzina dengan lelaki lain. Karena istrinya tidak merasa melakukan hal tersebut akhirnya ia mengadu perkara ini kepada Rasulullah SAW, dan Rasulullah SAW bersabda.

Biografi Rijalul Hadits
Anas bin Malik bin Nadaar al Khazraj 612-708 M. Beliau adalah salah satu sahabat Rasulullah SAW. Beliau berasal dari Bani AN Najjar dan merupakan anak dari ummu sulaim. Sejak kecil beliau melayani keperluan Rasul, sehingga sering bersama Rasulullah SAW, oleh karena itu beliau hafal banyak hadist.
Setelah Wafat Rasul Anas bin malik pergi dan menetap di damaskus dan kemudian ke basrah. Ia mengikuti sejumlah pertempuran dalam membela islam, Ia dikenal sebagai sahabat yang berumur panjang. Dan beliau meninggal di bashrah.[2]

Penjelasan Singkat Seputar Qadzaf
            Dalam hadist di atas Rasulullah SAW memberikan hukuman jilid kepada orang yang menuduh palsu zina, sedangkan kadar ketetapan hukumnya sudah di tentukan dalam Al-Quran Surat An-Nur 23.
Qadzaf dalam arti bahsa adalah الر مي بالحجارة ونحوهاartinya melempar dengan batu dan lainnya. Qadzaf dalam istilah syara’ ada dua macam yaitu:
1. Qadzaf yang diancam dengan hukuman had.
2. Qadzaf yang diancam hukuaman ta’zir.
Pengertian qadzaf yang diancm dengan hukuman had adalah:
رمي المحصن با لزنا أونفي نسبه
Menuduh orang yang muhshan dengan tuduhan berbuat zina atau dengan tuduhan yang menghilangkan nasabnya.
Sedangkan arti qadzaf yang diancam dengan hukuman ta’zir adalah:
الرمى بغير الزنا أونفي النسب سواء كان من رمى محصنا أوغير محصن
Menuduh dengan tuduhan selain berbuat zina atau selain menghilangkan nasabnya, baik orang yang dituduh itu muhshan maupun ghair muhshan.

Dari definisi qadzaf ini, Abdur Rahman Al-Jaziri mengatakan sebagai berikut:
القذ ف عبارة أن يتهم شحص أخر بالزنا صريحا أودلا لة
Qadzaf adalah suatu ungkapan tentang penuduhan seseorang kepada orang lain dengan tuduhan zian, baik dengan menggunakan lafaz yang sharih (tegas) atau secara dilalah (tidak jelas). [3]

Dalam kalangan ulama madzhab maliki qadzaf diartiakan dengan  menagaitkan orang lain dengan zina, atau memutuskan nasab keturunan seorang mukallaf yang mengaitkan zina dengan orang lain yang merdeka, suci, muslim, berakal, baligh dan berkemampuan, ataupun memutuskan nasab seorang muslim.
Sedangkan dalam kalangan madzhab hanafi, qadzaf di bagi dalam dua pengertian,
1.      Seseorang yang melemparkan tuduhan secara terang-terangan.
2.      Seseorang menafikan nasab keturunan seseorang daripada bapanya yang di ketahui. Missal, kamu bukannya anak si fulan/si fulan bukan bapakmu. Maka ia telah menjadi penuduh, karena seolah-olah ia berkata “ ibu kamu adalah pezina”.
Hukuman hadd diwajibkan dengan sebab melemparkan tuduhan berzina karena ia di nisbahkan kepada zina. Ia mengandungi daya pengaiban orang yang di tuduh. Dengan demikian, had diwajibkan sebagai menolak keaiban daripada orang yang dituduh dan menjaga marwahnya.
Hukuman had qadhzaf telah di tentukan kadarnya dengan 80 sebatan dengan nas dari pada ayat yang lepas. Di samping itu, ia disertakan juga dengan hukum moral lain, yaitu penolakan kesaksiannya selepas itu, kecuali ia bertaubat menurut pendapat mazhab lain selain madzhab hanafi.

Sedangkan syarat bagi penuduh Jumhur ulama sepakat meletakkan tiga syarat bagi penuduh :
1.      Berakal
2.      Baligh
3.      Ia tidak dapat mendatangkan empat orang saksi. Ulama dalam kalangan hanafi mensyaratkan bahwa  para saksi hendaklah datang secara berkumpulan, karena saksi yang bersendiri akan bertukar menjadi penuduh (qadzaf) maka di nwajibkan hadd atasnya, dan terkeluar daripada perannya sebagai saksi. Dengan demikian, tidak ada penyelesaian lain kecuali dengan mensyaratkan keterangan berkumpulan.
Dan untuk Syarat-Syarat Sasaran Tuduhan yakni :
            Para fuqaha sependapat bahwa orang yang dituduh dikenakan dua syarat :
1.      Tertuduh adalah Muhsan, yang dimaksud muhsan di sini ialah wanita yang merdeka, bukannya wanita-wanita yang terpelihara diri daripada zina. Dalam hal ini jumhur menyamakan lelaki dan perempuan, maksudnya tuduhan itu tidak hanya berlaku bagi perempuan saja.
2.      Bahwa seseorang yang dituduh di ketahui, sekiranya ia tidak di ketahui, maka tidak perlu di kenakan had. Missal, seorang yang melemparkan tuduhan pada satu kumpulan, “Tidak ada sesiapapun dalam kumpulan kamu yang  berzina kecuali seseorang saja”. [4]

Untuk pembuktian Jarimah Qadzaf dapat di buktikan dengan :
1.      Persaksian
Persaksian Jarimah Qadzaf dapat dibuktikan dengan persaksian dan persyaratan persaksian dalam masalah qadzaf sama dengan persyaratan persaksian dalam kasus zina. Bagi orang yang menuduh zina itu dapat mengambil beberapa kemungkinan, yaitu:
a. Memungkiri tuduhan itu dengan mengajukan persaksian cukup satu orang laki-laki atau perempuan.\
b. Membuktikan bahwa yang dituduh mengakui kebenaran tuduhan dan untuk ini cukup dua orang laki-laki atau seorang laki-laki dan dua orang perempuan.
c. Membuktikan kebenaran tuduhan secara penuh dengan mangajukan empat orang saksi.
d. Bila yang dituduh itu istrinya dan ia menolak tuduhannya maka suami yang menuduh itu dapat mengajukan sumpah li’an.

2.      Pengakuan
Pengakuan Yakni si penuduh mengakui bahwa telah malakukan tuduhan zina kepada seseorang. Menurut sebagian ulama, kesaksian terhadap orang yang melakukan zina harus jelas, seperti masuknya ember ke dalam sumur (kadukhulid dalwi ilal bi’ri). Ini menunjukkan bahwa jarimah ini sebagai jarimah yang berat seberat derita yang akan ditimpahkan bagi tertuduh, seandainya tuduhan itu mengandung kebenaran yang martabat dan harga diri seserang. Para hakim dalam hal ini dituntut untuk ekstra hati-hati dalam menanganinya, baik terhadap penuduh maupun tertuduh. Kesalahan berindak dalam menanganinya akan berakibat sesuatu yang tak terbayangkan.

3.      Sumpah
Dengan Sumpah Menurut Imam Syafi’i jarimah qadzaf bisa dibuktikan dengan sumpah apabila tidak ada saksi dan pengakuan. Caranya adalah orang yang dituduh (korban) meminta kepada orang menuduh (pelaku) untuk bersumapah bahwa ia tidak melakukan penuduhan. Apabila penuduh enggan untuk bersumpah maka jarimah qadzaf bisa dibuktikan dengan keengganannya untuk sumpah tersebut. Demikian pula sebaliknya, penuduh (pelaku) bisa meminta kepada orang yang dituduh (korban) bahwa penuduh benar malakukan penuduhan. Apabila orang yang dituduh enggan melakukan sumpah maka tuduhan dianggap benar dan penuduh dibebaskan dari hukuman had qadzaf.
Akan tetapi Imam Malik dan Imam Ahmad tidak membenarkan pembuktian dengan sumpah, sebagaimana yang di kemukakan oleh madzhab Syafi’i. sebagian ulama Hanafiyah pendapatnya sama dengan madzhab Syafi’i. [5]




[1] Lihat Bulughul Maram, Terjemahan Zaid Abidin Bin Syamsudin hal… 608 bab Qadzaf
[2]  Arif Munandar riswanto, Buku pintar islam, Mizan, Jakarta 2010. Hal. 211
[3]  Dr. Achmad Wardi Muchlis, Hukum Pidana Islam hal. 60
[4]  Lihat Wahbah az Zuhaili, Fiqh Islam wa adillatuhu. Jilid 6
[5]  Ahmad Wardi Muchlis, ibid hal.. 67

Comments

Popular posts from this blog

Makalah Fiqh Mawaris Tentang Dzawil Furudh

Fonologi